Beranda | Artikel
Ustadz Muh Idrus Ramli lah Pengikut Ahli Hadits, Wahabi Bukan !!!
Sabtu, 4 Mei 2013

Al-Ustadz Muhammad Idrus Ramli berkata :

((WAHABI: “Menurut salah seorang ustadz kami (Firanda), riwayat dari Khalifah Umar, tentang suguhan makanan oleh keluarganya kepada para pentakziyah, adalah dha’if. Mengapa Anda sampaikan?”

SUNNI: “Kami pengikut ahli hadits dan Ahlussunnah Wal-Jama’ah, bukan pengikut Wahabi seperti Anda. Coba Anda perhatikan perkataan Imam Ahmad bin Hanbal:

إذا روينا عن رسول الله صلى الله عليه و سلم في الحلال والحرام والسنن والأحكام تشددنا في الأسانيد وإذا روينا عن النبي صلى الله عليه و سلم في فضائل الأعمال وما لا يضع حكما ولا يرفعه تساهلنا في الأسانيد

Dalam pernyataan tersebut, yang diperketat dalam penerimaan riwayat itu, kalau berupa hadits dari Rasulullah SAW.

Berarti kalau bukan hadits Nabi SAW, seperti atsar Khalifah Umar, tidak perlu diperketat. Tolong Anda fahami dengan baik)) demikian perkataan Al-Ustadz Muhammad Idrus Ramli

Kesimpulan dari pernyataan beliau ini sebagai berikut:

Pertama : Beliau mengakui bahwa beliau adalah pengikut Ahli Hadits

Kedua : Beliau mengejek wahabi dengan menyatakan bahwa wahabi bukanlah pengikut ahli hadits dan juga bukan Ahlussunnah wal jamaa’ah

Ketiga : Beliau mengesankan bahwa hanya wahabi yang melemahkan atsar Umar bin Al-Khottob radhiallahu ‘anhu, yang hal ini dikarenakan bahwa wahabi bukan ahli hadits dan juga bukan ahlussunnah wal jamaa’ah.

Keempat : Beliau menyimpulkan dua kesimpulan dari perkataan Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, yaitu :

(1) Yang diperketat dalam penerimaan riwayat itu kalau berupa hadits dari Rasulullah SAW

(2) Berarti kalau bukan hadits Nabi SAW, seperti atsar Khalifah Umar, tidak perlu diperketat.

Bahkan beliau mempertegas dua kesimpulan ini dengan berkata, “Tolong Anda (Wahabi-pen) pahami dengan jelas”!!!

 

KOMENTAR

          Memang saya belum pernah membaca buku-buku karya al-Ustadz Muh Idrus Ramli yang banyak memojokan Wahabi. Akan tetapi tatakala sekilas saya membaca status-status facebooknya, maka saya menduga beliau adalah seorang yang pakar hadits, terlebih lagi beliau sering membantah seorang pakar hadits Syaikh Al-Albani rahimahullah.

          Pada artikel (Dalil Bolehnya Tahlilan), saya telah jelaskan bahwa atsar dari Umar binal-Khottob adalah atsar yang lemah. Pada atsar tersebut ada seorang perawi yang bernama ‘Ali bin Zaid bin Jud’aan yang dinilai lemah oleh para imam al-jarh wa at-taa’diil.

          Al-Ustadz Muhammad Idrus Ramli mengesankan bahwa atsar ini hanya dilemahkan oleh wahabi saja. Tentunya ini merupakan kesan yang buruk, apalagi tuduhan beliau bahwa hanya wahabi yang melemahkan atsar ini karena wahabi bukan pengikut ahli hadits dan juga bukan ahlus sunnah wal jamaa’ah.

Dalam artikel “Dalil bolehnya Tahlilan” saya telah menjelaskan bahwasanya atsar ini telah dilemahkan oleh salah seorang ulama besar bermadzhab Syafi’iyah yaitu Syihaabuddin Ahmad bin Abi Bakr bin Ismaa’il Al-Bushiri Asy-Syaafi’i rahimahullah (wafat tahun 839 H) dalam kitabnya إِتْحَافُ الْخيرَة الْمَهَرَةِ بِزَوَائِدِ الْمَسَانِيْدِ الْعَشَرَةِ, dimana setelah beliau menyebutkan tentang atsar Umar bin al-Khotthoob tersebut beliau berkata :

“Diriwayatkan oleh Ahmad bin Manii’ dengan sanad yang padanya ada perawi ‘Ali bin Zaid bin Jud’aan” (al-Ithaaf 2/509 no 2000)

Dan Ali bin Zaid bin Jud’aan adalah perawi yang dinilai lemah oleh Imam An-Nawawi (Al-Majmuu’ syarh Al-Muhadzdzab 5/294), dan juga para ulama al-jarh wa at-ta’diil. Bahkan Ali bin Zaid bin Jud’aan tertuduh terpengaruh faham tasyayyu’ (syi’ah), silahkan merujuk ke kitab-kitab berikut (Taqriib At-Tahdziib karya Ibnu Hajar hal 401 no 4734, Tahdziibut Tahdziib karya Ibnu Hajar 7/283-284 no 545, Al-Mughniy fi Ad-Du’afaa karya Adz-Dzahabi 2/447, dan Al-Majruuhiin karya Ibnu Hibbaan 2/103-104)

        

Sebenarnya al-Ustadz Muhamad Idrus Ramli secara tidak langsung telah menyetujui bahwa sanad atsar ini adalah lemah. Karenanya agar tetap bisa berdalil dengan atsar yang lemah ini maka beliau menyampaikan perkataan al-Imam Ahmad bin Hanbal :

إذا روينا عن رسول الله صلى الله عليه و سلم في الحلال والحرام والسنن والأحكام تشددنا في الأسانيد وإذا روينا عن النبي صلى الله عليه و سلم في فضائل الأعمال وما لا يضع حكما ولا يرفعه تساهلنا في الأسانيد

Setelah itu al-Ustadz berkata mengomentari, ((Dalam pernyataan tersebut, yang diperketat dalam penerimaan riwayat itu, kalau berupa hadits dari Rasulullah SAW. Berarti kalau bukan hadits Nabi SAW, seperti atsar Khalifah Umar, tidak perlu diperketat)), demikian perkataan beliau.

Kesimpulan beliau dari perkataan Imam Ahmad di atas adalah yang diperketat hanyalah penerimaan riwayat dari hadits Nabi SAW, adapun kalau bukan hadits Nabi seperti atsar Khalifah Umar maka tidak perlu diperketat.

Sesungguhnya kesimpulan ini adalah kesimpulan yang (-maaf beribu maaf-) tidak mungkin disimpulkan oleh seorangpun yang pernah belajar ilmu hadits !!!. Karena kesimpulan ini adalah kesimpulan yang sangat aneh yang tidak pernah diucapkan oleh seorang ahli haditspun!!!. Padahal al-Ustadz mengaku pengikut ahli hadits dan mengejek wahabi yang menurut al-ustadz bukanlah pengikut ahli hadits??!!.

Berikut terjemahan perkataan Al-Imam Ahmad bin Hanbal di atas :

إِذَا رَوَيْنَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَلاَلِ وَالْحَرَامِ وَالسُّنَنِ وَالأَحْكَامِ تَشَدَّدْنَا فِي الْأَسَانِيْدِ وَإِذَا رَوَيْنَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي فَضَائِلِ الأَعْمَالِ وَمَا لاَ يَضَعُ حُكْمًا وَلاَ يَرْفَعُهُ تَسَاهَلْنَا فِي الأَسَانِيْدِ

“Jika kami meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang halal dan haram, sunnah-sunnah dan hukum-hukum maka kamipun perketat dalam penilaian isnad-isnad. Dan jika kami meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam fadho’il a’maal dan yang tidak menjatuhkan atau mengangkat suatu hukum maka kami menggampangkan (tidak ketat dalam menilai) isnad-isnad” (Silahkan lihat perkataan Imam Ahmad ini di al-Kifaayah fi ‘ilmir Riwaayah hal 134 dan Dzail Tobaqoot al-Hanaabilah 1/54)

Sangat jelas dari perkataan Imam Ahmad ini bahwasanya pembicaraan beliau terfokus kepada hadits-hadits Nabi, dan beliau tidak sedang berbicara tentang selain hadits Nabi.

Imam Ahmad tidaklah berkata, “Kalau kami meriwayatkan hadits Nabi maka kami ketat menilai isnad, adapun kalau selain hadits Nabi maka kami bergampang-gampang/tidak ketat”.

Akan tetapi Imam Ahmad sedang membandingkan antara 2 model hadits Nabi, yaitu

(1) Model Hadits-hadits yang berkaitan dengan halal haram, tentang sunnah-sunnah, dan hukum-hukum maka Imam Ahmad ketat dalam menilai sanad.

(2) Model Hadits-hadits yang tidak berkaitan dengan hukum, tidak menjatuhkan atau mengangkat hukum, yaitu tidak berpengaruh dalam menetapkan suatu hukum atau menafikannya, maka Imam Ahmad bergampang-gampangan dan tidak ketat dalam menilai isnad.

Diantara hadits-hadits yang tidak mempengaruhi suatu hukum baik menimbulkan hukum baru atau menafikan suatu hukum adalah hadits-hadits yang berkaitan dengan sejarah atau siroh yang yang sekedar cerita dan tidak menimbulkan suatu hukum dalam agama.

Demikian juga hadits-hadits yang berkaitan dengan fadhoi’l a’maal, yaitu hadits-hadits yang menyebutkan tentang keutamaan-keutamaan amalan tertentu dan ganjaran-ganjarannya.

 

Dari sini kita pahami bahwasanya Imam Ahmad ketat dalam menilai isnad riwayat jika suatu hadits berkaitan dengan masalah hukum !!!,

Lantas bagaimana dengan atsar sahabat??!!, Sebagaimana atsar dari khilafah Umar bin Al-Khottob yang hendak dijadikan dalil dan argumen oleh al-Ustadz Muhammad Idrus Ramli untuk menimbulkan hukum baru, yaitu disyari’atkannya acara kenduri kematian??!!

 

Adapun kesimpulan yang aneh dari Al-Ustadz Muhammad Idrus Ramli ((…yang diperketat dalam penerimaan riwayat itu, kalau berupa hadits dari Rasulullah SAW. Berarti kalau bukan hadits Nabi SAW, seperti atsar Khalifah Umar, tidak perlu diperketat…)), maka…

Ulama ahli hadits manakah yang menyatakan bahwa riwayat dari selain hadits (seperti atsar para sahabat) maka tidak perlu diperketat dan diterima secara mutlak??

Dalam buku mushtholah hadits manakah yang menyatakan demikian??

Ulama ASWAJA manakah yang memiliki ilmu hadits yang seperti dipahami oleh al-Ustadz Muhammad Idrus Ramli??!!

Yang lebih aneh lagi ternyata al-Ustadz menyatakan bahwa kesimpulan seperti ini adalah pemahaman ahli hadits dan ahlussunnah wal jama’ah??!!

Bersambung…

 

Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 24-06-1434 H / 04 Mei 2013 M
Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com

Logo

Artikel asli: https://firanda.com/770-ustadz-muh-idrus-ramli-lah-pengikut-ahli-hadits-wahabi-bukan.html